Seseorang Sering Curhat ke Media Sosial
Kamu mungkin pernah mendapati salah Seseorang Sering Curhat ke Media Sosial yang termasuk rajin update status ke Instagram. Bahkan dalam sehari, dia bisa berkali-kali menuliskan unggahan ke akunnya. Paling sering, sih kalau lagi galau, ya. Pasti, deh curhat ke Instagram Story tiap menit sampai statusnya terlihat seperti jahitan kadang kamu suka bertanya-tanya juga, kenapa orang bisa ketagihan curhat ke media sosial. Padahal secara tidak langsung, sedang mengumbar masalah pribadinya untuk publik dengan melihat http://94.237.75.108/.
Ada kepuasan tersendiri ketika curhatannya
Menurut http://tchostel.org/ memposting sesuatu ke media sosial lalu melihat dan mendapat jempol yang banyak, bisa membawa kepuasan tersendiri, lho. Apalagi unggahan yang dimaksud berisi keluh kesah alias curhatan pribadi. Tahu tak sedikit yang memberikan komentar positif dan penuh dukungan, bisa membuat seseorang jadi senang dan ketagihan. Alhasil, setiap kali merasa gundah larinya selalu curhat ke media sosial. Berharap postingan tersebut saksikan banyak orang dan mereka jadi merasa bersimpati kepadamu.
Bisa jadi posting itu bukan curhatan, tapi sindiran pada seseorang
Kesal, sih melihat orang yang hampir setiap hari ada saja yang menulis ke media sosialnya. Tapi coba tilik lagi unggahan doi, deh. Siapa tahu, apa yang dia bagikan itu bukan sekadar curhat biasa, tapi ada unsur sindiran ke dalamnya. Mungkin saja, lho doi tengah membicarakan seseorang, tapi balut dengan kedok curhat virtual. Jadi doi berharap si orang ini akan membacanya dan merasa kalau unggahan tersebut memang tujukan padanya. Maka dari itu, kalau kamu tahu ada teman yang curhat online, tapi nadanya seeprti menyindir jangan geer dulu, ya. Karena belum tentu postingan tersebut alamatkan padamu.
Maka harus berbagi cerita ke siapa karena gak punya teman dekat
Kalau melihat dari jumlah follower-nya, sih kelihatannya doi lumayan populer, ya. Karena punya teman ke dunia maya hingga ribuan jumlahnya. Namun faktanya, ke dunia nyata dia gak memiliki kawan sebanyak itu, kok. Bahkan teman dekatnya saja bisa menghitung jari. Sedihnya lagi, ke antara teman-temannya itu gak ada yang bisa ajak curhat. Karena mereka suka ikut campur dan berpikiran subjektif. Makanya, doi memilih curhat ke media sosial. Syukur-syukur ada salah satu follower-nya yang bisa memberikan saran atau masukan untuk masalahnya.
Sebenarnya untuk sekadar menyalurkan emosi saja, sih tapi malah jadi panjang
Ada juga orang yang awalnya cuma lagi gabut saja, sih karena punya masalah yang gak kelar-kelar. Akhirnya memilih menggunakan akun media sosial untuk membagikan kegalauan tersebut. Mula-mula cuma mau menyalurkan emosi, daripada marah-marah gak jelas ke orang-orang ke sekitarnya. Eh, tapi lama-lama, kok jadi panjang curhatannya. Bukannya berhenti malah bikin kecanduan. Lagi pula, menuliskan kegelisahan hati itu bisa jadi cara yang baik untuk mengurangi kesedihan, lho. Paling tidak perasaanmu bisa sedikit lega. Tapi kalau curhatnya sudah berlebihan, ya melihatnya jadi sedikit mengganggu.
Sudah menganggap media sosial sebagai buku harian
Saking bergantungnya seseorang sama media sosial, pada akhirnya keberadaan Instagram atau Twiter sudah dianggap sebagai buku harian online. Kemana dia bisa membagikan aktivitasnya sehari-hari di sana. Baik itu berupa foto, video maupun tulisan. Jadi gak cuma soal curhat galau saja yang posting. Kegiatan doi saat di kantor juga gak luput menjadikan konten. Ternyata ada alasan tersendiri kenapa seseorang, kok suka banget curhat ke media sosial pribadinya. Mulai dari sekadar cari perhatian sampai karena sudah jadi kebiasaan. Nah, kalau kamu sendiri termasuk orang yang sering atau jarang curhat ke media sosial.